28.8.10

Dari Civil Society ke Bonum Commune : 
Komitmen ulang atas res publica

Sekalipun gagasan masyarakat Yunani dan Romawi berakar dari satu kompleks kultural spesifik, tetapi jelas tata sosio-kemasyarakatan yang berakar darinya memiliki karakter dan kekuatan yang khas yang membuatnya mudah diterima dan diadopsi oleh ragam masyarakat Laut Tengah pada waktu itu, dan seluruh dunia dewasa ini.

Pertama, bahwa hidup bersama bisa dikelola secara kolektif dengan tata kelembagaan yang ditumbuhkan dari kebutuhan riil masyarakat. Kedua, gagasan bahwa moralitas dan kebutuhan material bisa dikelola secara rasional dan sistemik dalam penataan kelembagaan sosial. Dan ketiga, dalam nalar teleologis yang masuk melalui Kristianitas, bahwa melalui pengelolaan bersama ini impian dan harapan kolektif bisa diwujudkan. Maka, ada empat nalar utama yang berfungsi dalam tata sosial Yunani-Romawi yang terus bertahan dan berkembang hingga kini : kolektivitas, keutamaan moral, rasionalisasi yang sosial, dan progresivitas kebudayaan.

Sistem yang kemudian terwujud sebagai demokrasi institusional dalam tubuh negara bangsa. Sistem yang hanya akan berjalan bila berhasil mengembangkan keseimbangan antara keutamaan dan kebutuhan empiris-material, antara komunitas/kolektivitas dan rasionalisasi lembaga sosial. Tetapi jelas kemudian, perimbangan-perimbangan ini sirna dalam sapuan revolusi kognitif di abad 19, ketika nalar formal menguasai pembentukan pemikiran dan pengetahuan sosial dari masyarakat modern. Rasionalisme, khususnya positivisme melahirkan gagasan masyarakat sistemik, sementara demokrasi dan negara-bangsa tak lebih dari resep sosial yang diabstraksi dari kebudayaan Barat untuk diterapkan di belahan dunia yang lain. Struktur kekuasaan dan tata sosial menjadi dominasi mutlak dan satu arah. Negara-bangsa lepas dari dialektika kebudayaannya. Dalam situasi tata sosial yang serba tercerabut dari relasi antropologis terhadap konteks inilah, meninjau ulang gagasan bonum commune pun menjadi keniscayaan bagi kita.